Rilis Media
Pada tanggal 16 Juli, Flotilla Kemerdekaan ke Papua Barat membalas ‘permainan perang’ di antara AS dan Australia dengan aksi langsung di laut lepas, menarik perhatian pada perjuangan Papua Barat untuk kemerdekaan dari pendudukan Indonesia yang kejam.
Flotilla Kemerdekaan ke Papua Barat berfokus kepada keterlibatan Australia dan AS dalam pelanggaran HAM disana. Kedua negara tersebut telah memungkinkan dan mendukung pendudukan ini, secara diplomatis dan secara material.
Masalah ini mulai di tahun 1961, dengan pengambilalihan Papua Barat, yaitu difasilitasi oleh PBB. Pada saatnya jajak pendapat itu, militer Indonesia memilih 1025 orang Papua Barat, dan memaksa orang tersebut untuk memilih di bawah todongan senjata. Papua Barat berada di bawah pendudukan militer Indonesia sejak 1969.
Selama lima puluh tahun ini, Papua Barat telah menderita sebuah genosida, yang pernah dilaporkan secara luas. Sampai sekarang, lebih dari 500,000 warga negara Papua tewas, atau diperkosa dan disiksa.
Pendukungan militer dan keuangan dari Australia dan AS berlangsung sampai hari ini. Begitu juga pembunuhan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh pasukan Indonesia di Papua Barat sedang berlangsung.
Inisiator Flotilla, Ketua Arabunna Kevin Buzzacott, mengatakan bahwa
“Kami tidak akan tahan pembunuhan ini di depan rumah kami.”
“Australia dan AS memang terlibat dalam genosida yang terjadi di Papua Barat. Kedua Pemerintah ini bertangan merah dengan darah Papua Barat” mengatakan Izzy Brown, dari Flotilla Kemerdekaan.
Laporan HAM Departemen Luar Negeri AS yang baru-baru ini dirilis menyorot pelanggaran HAM oleh pasukan Indonesia yang sedang berlangsung di Papua Barat. Laporan ini mengungkapkan bahwa penyiksaan dan pembunuhan tersebut disembunyikan secara sistematis. Laporan tersebut dapat dibaca dengan URL ini : http://www.state.gov/j/drl/rls/hrrpt/humanrightsreport/index.htm?year=2014&dlid=236442#wrapper
Tambang Freeport juga terkenal karena keterlibatan dalam pelanggaran HAM sistematis oleh pasukan keamanan yang diperkerjakan oleh Freeport, termasuk pengawasan, penyiksaan mental, ancaman kematian dan tahanan rumah. Operasi Freeport di Papua Barat telah menyebabkan kerusakan parah pada lingkunga orang Amungme, yaitu merupakan sebuah kontribusi terhadap genosida budaya yang sedang berlangsung di seluruh Papua Barat.
Di 2015, pemerintah Australia berkurang bantuan luar negeri ke Indonesia, tetapi pendanaan untuk pembantuan dan pelatihan polisi Indonesia tetap mengalir. Pasukan Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM yang parah, dan Australia harus berhenti pendanaan yang memungkinkan ketakutan massal dan pembunuhan kejam.
Orang Papua Barat berjuang untuk kemerdekaan. Di antaranya, ada banyak orang yang berjuang untuk hidupnya mereka sendiri. Mereka telah meminta bantuan kami.
Kami membantu rakyat Timor Leste di saat mereka membutuhkan. Rakyat Papua Barat layak mendapatkan dukungan kami juga. Hubungi Flotilla Kemerdekaan ke Papua Barat: freedomflotillamedia@gmail.com
Cindy Watson
Australia untuk Papua Barat Merdeka 0407267502